Episode kali ini saya akan menceritakan pengalaman ke 4 saya mendaki Gunung tertinggi di Jawa Tengah sekaligus Gunung Tertinggi ke 2 di Pulau Jawa yaitu Gunung Slamet dengan ketinggian 3.428 mdpl. Gunung yang pernah di lihat oleh seorang pelaut Inggris SIR FRANCES DRAKE tahun 1580 , memaksa beliau untuk melabuhkan kapalnya di Cilacap.
Gunung Slamet mempunyai 6 jalur pendakian , dengan pendakian terdekat yaitu via Bambangan
1) Via Baturaden (Purwokerto)
2) Via Bambangan (Purbalingga)
3) Via Kaliwadas (Brebes)
4) Via Dukuhliwung (Tegal)
5) Via Guci (Tegal)
6) Via Kaligua (Bumiayu)
Ini kali ke 4 saya mendaki Gunung Slamet, 12 tahun saya mendaki Gunung Slamet via Baturaden yang mempunyai tingkat kesulitan dengan taraf lumayan , lalu Via Guci dengan sumber air yang melimpah , kemudian Via Bambangan yang cukup menguras tenaga walaupun sering dibilang jalur paling dekat dengan Puncaknya , beberapa bulan kemudiannya lagi saya mencoba mendaki gunung ini kembali via Kaliwadas dengan situasi alam saat itu benar - benar sepi senyap , yang saya ingat saat mendaki Gunung Slamet via Kaliwadas ialah menemukan kotoran hewan yang masih hangat serta kemistikanya yang masih melekat saat itu.
Penghujung November 2015 kemarin saya bersama teman saya yang bernama Apit bersama melakukan pendakian ke Gunung Slamet , Apit mengaku ini pendakian pertamanya melakukan pendakian ke Gunung Slamet , sedangkan saya pribadi ini pendakian ke 4 saya . Malam itu pukul 9 malam kereta kami melaju dari Stasiun Besar Pasar Senen menuju Stasiun Purwokerto , keesokan paginya sekitar pukul 7.30 kami berdua sampai di Kota tujuan , sesampainya di Stasiun Purwokerto saya melihat teman - teman pendaki dengan tas ransel kesayangannya saling bercanda , dan ada juga yang mengisi perut dan ini kesempatan saya untuk mendekati mereka untuk mencari barengan agar ongkos lebih irit hehehe . Namun setelah saya mendekati mereka dan ngobrol , ternyata rata - rata pendaki yang saya temuin ingin mendaki Gunung Prau bukan mendaki Gunung Slamet.
Pupus sudah harapan mencari barengan , di tengah usaha saya yang pupus namun masih santai , tiba - tiba ada 2 orang yang menghampiri kami dan menanyakan tujuan pendakian kami, rupanya mereka juga bernasib sama seperti kami , tapi tujuan awal mereka berdua adalah Gunung Prau , setelah saya coba hasut dan rayu , akhirnya mereka pun membanting stir dengan bersama - sama melakukan pendakian ke Gunung Slamet bersama saya dan teman saya .
Kini kami jadi berempat , puluhan supir pribadi menawarkan jasanya , namun pengalaman saya mendaki Gunung Slamet dengan akses dan biaya yang murah membuat saya menolak tawaran mereka , saya lebih memilih naik angkot agar irit biaya. Setelah deal dengan harganya angkot kami melaju dengan cepat menuju Desa Bambangan dengan jarak tempuh selama 1,5 jam dari Stasiun Purwokerto. Hijaunya pemandangan dan kabut menuju Basecamp Gunung Slamet via Bambangan menghiasi perjalanan kami berempat. Tanpa sadar kami telah sampai di Basecamp Gunung Slamet via Bambangan.
Saat sampai di Basecamp saya teringat akan pendakian bersama teman - teman saya dahulu , sekarang Desa Bambangan sudah berubah total , jalanan menuju Basecamp sekrang sudah lebar tak seperti pertama kali saya kesini tahun 2003 - 2004. Mesjid yang berada tepat di bawah Basecamp pun kini sudah tinggi megah dan cat nya berwarna hijau , dulu mesjid itu ebrwarna hitam dan masih kecil bangunannya. Sesampainya di Basecamp saya berharap bisa bertemu dengan Pak Kuncen Gunung Slamet karena terakhir saya bertemu dengan beliau tahun 2004 , namun sayangnya yang saya temui adalah anaknya , saya menanyakan kabar Mbah Muheri (Juru Kunci Gunung Slamet saat itu) sayangnya Mbah Muheri sudah wafat , merasa bersalah karena tak sempat ikut hadir , saya pun lemas mendengar kabar tersebut. Namun kehangatan Baecamp Mbah Muheri masih tetap sama , saya dan teman - teman disambut dengan khusus oleh anaknya yang kini sudah nampak menua.
BASECAMP GUNUNG SLAMET VIA BAMBANGAN
|
Basecamp Gunung Slamet atau Mbah Muheri (Begitulah saya memanggilnya) |
|
Situasi di dalam Basecamp |
|
Saya (Kaos Putih) dan pendaki - pendaki lain yang sedang mempersiapkan pendakian di hari itu |
|
Mesjid yang saya ceritakan tadi |
Setelah itu saya memberi tau kepada teman - teman saya untuk mengisi tenaga dulu sebelum melakukan pendakian, sedangkan saya memlilih untuk bernostalgia dengan warga sekitar. Sambil mengisi perut yang sedari pagi belum terisi. Nostalgiapun selesai saya dan teman - teman segera melakukan persiapan untuk pendakian dan mengurus segala macam urusan pendaftaran . Tepat pukul 12.00 wib kami pun mulai bergerak untuk menuju Pondok Pemuda terlebih dahulu. Pondok Pemuda adalah sebuah tempat yang dikelola oleh para pemuda desa bambangan, dahulu tempat ini sangat kotor dan banyak sampah kadang para pendaki dijaman saya saat itu , Pondok Pemuda acapkali dijadikan tempat peristirahatan bagi para pendaki, namun di era sekarang Pondok Pemuda telah berbenah diri dan disini pula tempat kita melakukan registrasi ulang dengan meninggalkan salah satu identitas kita.
|
Gerbang Pendakian Gunung Slamet |
|
Saya (Celana Kuning) dan Apit |
Sebelum melakukan pendakian kami yang sekarang berjumlah 4 orang berdoa di bawah Gerbang Pendakian Gunung Slamet , memohon agar kami diberikan kesalamatan dan kesehatan dari pendakian hingga kembali ke Jakarta. Perjalanan awal kami disuguhi oleh aliran sungai yang jika hujan debet air disini sangat deras , dan saya masih ingat betul dulu untuk menuju Pos Payung akan melewati sungai kecil , disungai itu dulu saya melompat - lompat dari satu batu - ke batu yang lainya. (Pos Payung adalah Pos pendakian menyerupai Payung raksasa yang berada di tengah - tengah perkebunan penduduk.).
Sepanjang perjalan menuju Pos 1 kita disuguhi pemandangan yang indah dengan hijaunya daun dan pohon cemara yang berdiri tenang tentunya disertai semilir angin yang membuat kita tentunya ademmm...heee . Setelah hampir berjalan kurang lebih 1,5 jam kami sampai di POS I PONDOK GEMBIRUNG namun sebelum sampai di Pos I , kita akan emlewati sebuah tugu kecil yaitu batas kabupaten antara Kab.Pemalang dan Kab.Purbalingga , jika diperjalanan kalian menemukan tugu tersebut itu artinya kalian tidak kakan lama lagi tiba di POS 1 .
|
Tugu Kecil (Batas Kabupaten) |
|
Saya dan Tugu Kecil |
|
Keadaan menuju Pos I Pondok Gembirung |
|
Hijau menuju Pos I Pondok Gembirung |
Di Pos I ini terdapat sebuah bangunan yang tempatnya cukup luas dan sekaligus tempat melepas lelah karena untuk perjalanan selanjutnya kita akan melewati jalanan yang sangat terjal dan menanjak. Sesampainya di Pos I kami disambut oleh para pedagang yang menjajakan dagangannya , Ya jangan heran di era sekarang banyak sekali invasi yang dilakukan oleh para penduduk sekitar untuk mengais rejeki , karena seperti yang kita tau bahwa mendaki di jaman sekarang seolah sudah menjadi gaya hidup yang mungkin bisa dibilang Gak Naik Gunung - Gak Gaul. Dan sayapun tertarik untuk menikmati segelas kopi di atas sini
|
Spanduk Sindiran khas Penduduk sekitar |
|
Situasi di dalam Pos I |
|
Ngopi dulu broo , biar melek |
Setelah melemaskan otot - otot yang kaku ini kami melanjutkan perjalanan menuju POS II PONDOK WALANG yang memakan waktu kurang lebih 1,5 jam dengan jalur yang nanjak terus dan mulai menembus hutannya yang lebat. Dan sebelum sampai Pos II kita akan menjumpai kembali sebuah Tugu Kecil yang berada di tengah - tengah hutan , tugu itu mirip seperti Tugu sebellum Pos I. Dan jika kalian menemukan tugu kecil itu itu artinya tak lama lagi akan sampai di Pos II.
|
Apit melepas lelah di Tugu Kecil menuju Pos II Pondok Walang |
|
Pedagang di Pos II Pondok Walang |
|
Saya dan Apit (Sekali - kali ngerasain jajan di Gunung) |
Cukup lama kami berempat istirahat disini sambil ngobrol bersama para pendaki yang saat itu sedang naik , oya 2 orang yang bergabung bersama kami itu tidak mau difoto , mereka lebih suka memotret saya dan apit , saya memanggil mereka dengan sebutan Duo Botak , karena kebetulan kepala mereka plontos hehehe. Setelah beristirahat kami kembali lanjutkan perjalanan , perjalanan ini memang banyak istirahatnya 1) Karena fisik saya sudah hampir rapuh , bagaimanapun juga usia gak bisa boong heheh dan 2) Apit dan Duo Botak baru pertama kali mendaki gunung slamet.
Waktu sudah menunjukan pukul 17.30 , gelap langit mulai menemani perjalanan kami menuju POS III PONDOK CEMARA , namun sayangnya Duo Botak tak sanggup untuk melanjutkan perjalanan menuju Pos III , saya pun jujur juga sudah lelah sehinga akhirnya tepat pukul 19.00 kami berempat memutuskan untuk mendirikan tenda ditanah yang agak miring tepat di bawah Pos III , karena di Pos III tidak memungkinkan untuk didirikan tenda dkarenakan sudah dipenuhi oleh tenda - tenda pendaki lain yang naik maupun turun .Dan kamipun akhirnya menghabiskan malam yang dingin dan menutup hari itu dengan kopi panas.
Tepat pukul 06.00 keesokan paginya , saya terbangun karena mencium aroma makanan yang menyengat , di depan tenda saya melihat apit sedang memasak untuk keperluan energi yang kita butuhkan untuk menggapai puncak gunung slamet, Rupanya teman saya ini sudah bangun lebih dulu , dan Duo Botak masih tertidur pulas , saya pun mulai iseng untuk membangunkan mereka yang sedari kemarin tak mau di foto.
|
Payung Pink saya - Tenda - dan Apit |
|
Menu pagi itu |
Usai mengisi energi kami berempat melanjutkan lankah kecil kami menuju
POS III PONDOK CEMARA yang jaraknya tak jauh dari tenda kami, Pos III kami lalui begitu saja , dan terus melangkah menuju Pos selanjutnya yaitu
POS IV SAMARANTU , sesuai dengan namanya Samarantu yang artinya
Hantu yang Samaar - samar , kono katanya tempat ini sangat seram dengan, hutan dan pohon - pohon besar menjulang , hingga tak ada yang berani untuk mendirikan tenda disini dahulu saya ingat betul pohon besar dengan akar yang menjulang dan menjelar membuat saya tak bisa melewati jalurnya dengan bebas, tapi saat saya kembali melewati Pos IV ini keadaan sudah berubah , pohon dan akar - akar itu tak kujumpai lagi , bahkan beberapa tenda juga berdiri dengan santainya di Pos yang terkenal dengan mistisnya tersebut.
|
POS IV SAMARANTU (Pos yang melegenda dengan ceritanya) |
|
Saya dan Pohonnya |
|
Apit dan Sisa - sisa legenda Pos IV Samarantu |
Sukses melewati Pos IV yang terkenal angker itu , sekitar 1 jam perjalanan kami tiba di POS V SAMYANG RANGKAH , di Pos yang berketinggian 2.792 mdpl ini terdapat mata air yang terisi hanya jika musim hujan saja , namun saat itu sumber mata air yang kami andalkan tersebut terdapat bangkai babi , sehingga untuk mencari air yang tidak terdapat bangkai babi Apit berjalan sekitar 10 meter lagi untuk mendapatkan air yang benar - benar jernih. Di sini terdapat pula sebuah bangunan mirip di Pos 1 , walaupuntidak seluas di Pos 1 namun cukuplah untuk sekedar istirahat , apalagi disini juga banyak pedagang yang menjajakan daganganya yang dapat memanjakan para pendaki yang naik maupun turun.
|
Pos V Samyang Rangkah |
|
Mata Air di Pos V |
|
Duo Botak dan Apit (Akhirnya Duo Botak tertangkap kamera) |
Perjalanan menuju dari POS V ke POS VI kurang lebih 30 menit , disana kami untuk kesekian kalinya istirahat hehehe maklum lelah ditambah lagi cuaca sudah mulai tidak bersahabat , Gunung Slamet masih sama seperti dulu dengan cuacanya yang "tidak jelas".
|
Pos VI Ketebonan (Nama baru kayaknya nih karena seingat saya dulu namanya Samyang Jampang) |
Selepas melewati Pos VI menuju POS VIIdisini saya bertemu dengan salah satu sahabat dari Komunitas Pendaki Gunung G+ yang anggotanya sudah 20 ribuan lebih,namanya Aldi kamipun sempat mengabadikan momen tersebut dengan foto bareng , sayanyanya beliau dan adik perempuanya bernama Bunga dan teman - temanya dalam keadaan turun, sehingga kami praktis tidak mendaki bersama - sama.
*****
Setelah berdiam diri selama setengah jam dengan menggenggam gelas besar yang berisi teh panas yg disuguhkan oleh para pedagang di Pos VII ini , kami pun segera melanjutkan perjalanan yang tersisa , kami memilih melanjutkan karena cuaca saat itu nampak mulai normal , namun begitu sampai Plawangan kami yang saat itu sedang naik dan turun disambut oleh Gunung Slamet dengan badainya yang luar biasa hebat , langit berubah kembali menjadi hitam pekat , Hujan air mendera tubuh kami yang telah kehilangan tenaga , suara sayup - sayup pendaki yang berteriak melintas di telinga saya.
Dengan sisa tenaga yang masih tersisa dan berusaha terus semangat kami berjalan , namun badai rupanya masih belum berlalu , jarak pandang sangat pendek , saya pribadi tak melihat siapapun diatas sana , hanya suara yang mampu aku dengar , Hujan yang semula air kini berubah menjadi Hujan es yang membuat kami berempat bahkan semua memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan , padahal saya yakin betul kami berempat sudah sampai di puncak Gunung Slamet , namun saya tak ingin kejadian belasan tahun yang silam menimpa kembali pada diri danteman - teman saya.
Duo Botak memilih untuk turun terlebih dahulu , sayamemilih berdiri diatas sana dalam terpaan badai dan cuaca yang benar - benar tidak bersahabat , saya memilih untuk berdoa mendoakan teman - teman saya yang telah meningalkan dunia ini , sedangkan Apit memilih untuk emnemani saya hinga saya usai membacakan doa.
Badai semakin lama semakin kencang , nyawa menjadi taruhanya , suara - suara pendaki terdengar sangat nyiur melambai , dalam keadaan sepeerti itu ternyata di leher saya telah melilit tangan Apit yang memaksa saya untuk segera turun , kami berduapun segera berlari - lari kecil menapaki jalan tanah yang licin. Beberapa kali saya terjatuh dan beberapa kali pula mendengar suara - suara pendaki yang berteriak "Ayo cepat turun !! .. hujan es .. hujan es !! ayoo .. turun".
|
Tiba kembali di Stasiun Purwokerto (Bersama pendaki dari Jakarta) |
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar