Selasa, 16 Februari 2016

CIKAL BAKAL SANG SAKA MERAH PUTIH


Siapa yang tak mengenal Bendera Kebanggan kita ... Bendera Merah Putih  , Bendera yang teridiri dari warna Merah dan Putih itu menjadi Bendera kebangsaan kita . Pada tanggal 17 Agsutus 1945 tepatnya di pekarangan rumah Sang Proklamator Ir.Soekarno (Jl.Pegangsaan Timur No.56 - Jakarta) yang saat itu adalah Presiden Republik Indonesia  , untuk pertama kalinya Sang Saka Merah Putih dikibarkan.



Namun tahukah anda?? Kisah dibalik pembuatan Sang Saka yang dijahit sendiri oleh Ibu Fatmawati (istri Presiden Soekarno) . Dalam episode kali ini saya akan membahas dan menuliskan kisah dibalik pembuatan Bendera Merah Putih , mungkin kisah ini sudah diketahui oleh orang banyak , namun melalui tlisan ini saya kembali mengingatkan bahwa Perjuangan Orang - orang terdahulu sungguh heroik dan sudah sepantasnya kita menghargai jasa para pahlawan pahlawan yang telah mendahului kita dengan mengorbankan jiwa dan raganya demi Negara nya.

Ibu Fatmawati
Berdasarkan sumber - sumber yang terpercaya dan kisah - kisah yang sering saya dengar dan saya lihat di segala macam sumber berita , saya pun akan menuliskan ulang kisah dibalik pembuatan Bendera Merah Putih . 

==============================================

MERAH PUTIH KU YANG KUSAYANG

Seperti yang kita ketahui , bahwa Ibu Fatmawati adalah istri sekaligus yang menjahit Bendera Merah Putih , sebelum Hari Kemerdekaan itu , Ibu Fatmawati menjahit bendera merah putih yang ide nya diambil dari Bendera Panji Kebesaran Kerajaan Majapahit.


Bendera Kerajaan Majapahit yang menjadi Inspirasi
Ibu Fatmawati 

Namun walaupun terkesan sederhana yaitu menjahit bendera yang terdiri dari dua warna yaitu Merah Dan Putih , Ibu Fatmawati tidak secepat dan tidak sekali dua kali menyelesaikan bendera merah putih , bahkan sebelum tanggal 16 Agustus 1945 ibu Fatmawati sempat menyelesaikan bendera merah putih dan sempat pula memperlihatkan ke beberapa orang , namun sayangnya ukuranya terlalu kecil.

Kemudian Ibu Fatmawati pun segera menjahit ulang dengan ukuran yang lebih besar , berbekal selembar kain putih bersih bahan seprai yang beliau temukan di lemari pakaianya, Ibu Fatmawati pun segera menjahitnya , namun sayangnya Ibu Fatmawati tak punya kain merah sebagai pelengkap Merah dan Putih . 

Untung ada seorang pemuda bernama Lukas Kastaryo yang saat itu sedang berada di kediaman Bung Karno . Lukas Kastaryo dikemudian hari Sejarah akan menuliskan tentang beliau , Dikemudian hari  pula Lukas Kastaryo masuk militer dengan Pangkat terakhirnya Brigjen.

Seperti penuturan Lukas Kustaryo di majalah Intisari Edisi Agustus tahun 1991 , "Saat itu seketika lantas berkeliling mencari kain berwarna merah , dan menemukan selembar kain berwarna merah yang saat itu sedang dipakai sebagai tenda sebuah warung soto , lalu ditebusnya dengan harga 500 sen (harga yang cukup mahal sat itu) .

Lukas Kustaryo
seorang pemuda yang mecari dan menebus kain merah seharga 500 sen 

Kemudian Lukas Kastaryo menyerahkan kain berwarna merah itu kepada Ibu Fatmawati sebagai pelengkap Bendera Merah Putih yang kelak akan dijahit dan menjadi Bendera kebangsaan Indonesia.

Ibu Fatmawati pun malam itu pula segera mentelesaikan bendera merah putih yang akan dibuat dengan ukuran yang lebih besar dengan ukuran kurang lebih 276 x 200 cm . Bendera yang baru itupun akhirnya dikibarkan tepat 17 Agustus 1945 dan menjadi bendera Pusaka Negara di tahun - tahun sesudahnya.

Ibu Fatmawati
 tengah menjahit Bendera Merah Putih

Mesin Jahit yang digunakan oleh Ibu Fatmawati  untuk menjahit
Bendera Merah Putih

Bung Karno sedang membacakan Teks Proklamasi

Bung Karno berdoa

Bendera Merah Putih dikibarkan

Bendera Merah Putih dikibarkan

Namun karena usianya yang sudah tua , bendera pusaka inipun akhirnya diistirahatkan di Museum Nasional dengan catatan terakhir berkibar tahun 1969 . Lalu pemerintah membuat bendera duplikat dengan ukuran 300 x 200 cm .

Duplikat Bendera Merah Putih yang pertama

Tentunya setelah membaca tulisan ini saya berharap para pembaca lebih dapat lagi mengahrga jasa para pahlawanya , bahwa perjuangan mereka untuk bangsa ini patut dihargai. Bahwa dahulu banyak orang - orang yang rela mengorbankan jiwa dan raganya demi Bangsa yang dicintai.

Akhir kata saya hanya bisa berkata MERDEKA !! MERDEKA !! MERDEKA !! #JasMerah !!


Senin, 15 Februari 2016

Bapak Pers Nasional itu bernama : Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo


Hari Pers Nasional yang jatuh pada tanggal 9 Februari , tak bisa lepas dari Persatuan Wartawan Indonesia : PWI) yang dibentuk pada tanggal 9 Februari 1946 di Surakarta dan tetntunya peran penting para Wartawan - Jurnalis dan Penulis dimasa lampau .

Hari Pers Nasional

Gedung Pers Nasional di Surakarta
(Tempat pertama kali Persatuan Wartawan Indonesia didirikan)

Logo Persatuan Wartawan Indonesia

Suasana di Gedung PWI Surakarta tahun 1946 

Para Wartawan berdiri di depan Balai Wartawan
di Surabaya tahun 1953
sumber : https://rajaagam.wordpress.com/2014/02/25/balai-wartawan-pwi-jatim-di-surabaya-pindah-tiga-kali/
==============================================

Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo adalah salah satu tokoh Kebangkitan Nasional Indonesia , tapi tahukah kalian?? Beliau juga dikenal sebagai Perintis Persuratkabaran dan Kewartawaan Nasional Indonesia , seringkali namanya disingkat menjadi T.A.S

Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo

Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo lahir di Blora , pada tahun 1880 dan meninggal pada tahun 1918. Semasa hidupnya Tirto pernah menerbitkan Surat Kabar antara lain :
  1. SOENDA BERITA (1903 - 1905)
  2. MEDAN PRIJAJI (1907)
  3. PUTRI HINDIA (1908)

Surat Kabar "SOENDA BERITA" terbitan 7 Februari 1904
Sumber : http://www.kompasiana.com/etikafitri/time-travel-di-festival-museum-2013_552e05886ea8347b1f8b459a

Surat Kabar "MEDAN PRIJAJI" terbitan 2 April 1910
sumber : http://www.timur-angin.com/2012/06/tirto-light-in-middle-of-darkness.html

Surat Kabar "PUTRI HINDIA" teribitan 15 Januari 1909
sumber : http://www.soemodiwirdjan.org/2012/11/05/poetri-hindia/

Selain itu Tirto juga mendirikan SARIKAT DAGANG ISLAM . Surat Kabar MEDAN PRIJAJI dikenal sebagai surat kabar nasional yang pertama dengan menggunakan Bahasa Melayu (Bahasa Indonesia) dan seluruh pekerja mulai dari Pengasuh , Percetakan , Penerbitan dan Wartawanya adalah PRIBUMI INDONESIA ASLI.

Tirto juga orang pertama yang menggunakan surat kabar sebagai Alat Propaganda dan Pembentuk pedapat umum . Beliau juga berani menulis kritikan kecaman pedas terhadap Pemerintahan Kolonial Belanda pada masa itu.

Tirto pun kemudian ditangkap dan disingkirkan dari Pulau Jawa dan dibuang ke Pulau Bacan dekat Halmahera (Provinsi Maluku Utara) . Setelah usai masa pembuanganya , beliau kemudian kembali ke Batavia dan meninggal dunia pada tahun 1918.

Takashi Shiraishi lewat Buku berjudul "ZAMAN BERGERAK" menyebut Tirto Adhi Soerjo sebagai orang BUMIPUTRA PERTAMA yang menggerakan bangsa melalui bahasanya lewat MEDAN PRIJAJI.

Tirto Adhi Soerjo juga mendapat tempat yang banyak pula dalam laporan pejabat Hindia Belanda , terutama laporan dari Dr.Rinkes ini disebabkan karena Tirto memegang peranan pula dalam pembentukan SAREKAT DAGANG ISLAM di SURAKARTA besama Haji SAMANHUDI yang merupakan asal mula SAREKAT ISLAM yang kemudian berkembang ke seluruh Indonesia.

Sarekat Dagang Islam di Surakarta

Tentang Sarekat Islam di Surakarta

KH.Samanhudi 1878 - 1956

KH.Samanhudi

Anggaran Dasar Sarekat Islam yang pertama mendapat persetujuan Tirto Adhi Soerjo sebagai Ketua SAREKAT ISLAM di Bogor dan sebagai Redaktur Surat Kabar MEDAN PRIJAJI di Bandung.

Ki Hajar Dewantara (1952) pernah menulis tentang Tirto "Kira kira pada tahun berdirinya BOEDI OETOMO ada seorang wartawan modern yang menarik perhatian karena lancarnya dan tajamnya pena yang ia pegang . Yaitu almarhum R.M.Djokomono yang kemudian bernama TIRTOHADISOERJO ,seorang bekas murid STOVIA yang waktu itu bekerja sebagai Redaktur Harian BINTANG BETAWI (kemudian berubah nama menjadi BERITA BETAWI) lalu memimpin MEDAN PRIJAJI dan SOELOEH PENGADILAN , ia boleh disebut pelopor dalam lapangan Journalistik.

Harian "BINTANG BETAWI" tahun 1902

SUDARJO TJOKROSISWORO dalam bukunya Sekilas Perjuangan Surat Kabar (terbit 8 November 1958) menggambarkan Tirtohadisoerjo Sebagai seorang pemberani "Dialah wartawan Indonesia yang pertama menggunakan surat kabar sebagai pembentuk pendapat umum , dengan berani menulis kecaman dan kritikan pedas terhadap pihak kekuasaan dan menentang paham kolot.

Kecaman hebat yang pernah ia lontarkan terhadap tindakan seorang Kontrolir menyebabkan Tirtohadisoerjo harus disingkirkan dari Pulau Jawa dan dibuang ke Pulau Bacan" tulis Tjokrosisworo.

Dikemudian hari Kisah Perjuangan dan Kehidupan Tirto diangkat oleh Pramoedya Ananta Noer dalam Tetralogi Buru dan Sang Pemula . Kemudian pada tahun 1973 Pemerintah mengunkuhkan Tirto sebagai Bapak Pers Nasional . Dan pada tanggal 3 November 2006 Tirto mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Nasional melalui Kepres RI No.85/TK/2006.

Saya dan Patung Raden Mas Djokomono Tirto Adhie Soerjo
di Museum Kebangkitan Nasional - Jakarta

Saya dan Patung Raden Mas Djokomono Tirto Adhie Soerjo
di Museum Kebangkitan Nasional - Jakarta