Senin, 15 Februari 2016

Bapak Pers Nasional itu bernama : Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo


Hari Pers Nasional yang jatuh pada tanggal 9 Februari , tak bisa lepas dari Persatuan Wartawan Indonesia : PWI) yang dibentuk pada tanggal 9 Februari 1946 di Surakarta dan tetntunya peran penting para Wartawan - Jurnalis dan Penulis dimasa lampau .

Hari Pers Nasional

Gedung Pers Nasional di Surakarta
(Tempat pertama kali Persatuan Wartawan Indonesia didirikan)

Logo Persatuan Wartawan Indonesia

Suasana di Gedung PWI Surakarta tahun 1946 

Para Wartawan berdiri di depan Balai Wartawan
di Surabaya tahun 1953
sumber : https://rajaagam.wordpress.com/2014/02/25/balai-wartawan-pwi-jatim-di-surabaya-pindah-tiga-kali/
==============================================

Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo adalah salah satu tokoh Kebangkitan Nasional Indonesia , tapi tahukah kalian?? Beliau juga dikenal sebagai Perintis Persuratkabaran dan Kewartawaan Nasional Indonesia , seringkali namanya disingkat menjadi T.A.S

Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo

Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo lahir di Blora , pada tahun 1880 dan meninggal pada tahun 1918. Semasa hidupnya Tirto pernah menerbitkan Surat Kabar antara lain :
  1. SOENDA BERITA (1903 - 1905)
  2. MEDAN PRIJAJI (1907)
  3. PUTRI HINDIA (1908)

Surat Kabar "SOENDA BERITA" terbitan 7 Februari 1904
Sumber : http://www.kompasiana.com/etikafitri/time-travel-di-festival-museum-2013_552e05886ea8347b1f8b459a

Surat Kabar "MEDAN PRIJAJI" terbitan 2 April 1910
sumber : http://www.timur-angin.com/2012/06/tirto-light-in-middle-of-darkness.html

Surat Kabar "PUTRI HINDIA" teribitan 15 Januari 1909
sumber : http://www.soemodiwirdjan.org/2012/11/05/poetri-hindia/

Selain itu Tirto juga mendirikan SARIKAT DAGANG ISLAM . Surat Kabar MEDAN PRIJAJI dikenal sebagai surat kabar nasional yang pertama dengan menggunakan Bahasa Melayu (Bahasa Indonesia) dan seluruh pekerja mulai dari Pengasuh , Percetakan , Penerbitan dan Wartawanya adalah PRIBUMI INDONESIA ASLI.

Tirto juga orang pertama yang menggunakan surat kabar sebagai Alat Propaganda dan Pembentuk pedapat umum . Beliau juga berani menulis kritikan kecaman pedas terhadap Pemerintahan Kolonial Belanda pada masa itu.

Tirto pun kemudian ditangkap dan disingkirkan dari Pulau Jawa dan dibuang ke Pulau Bacan dekat Halmahera (Provinsi Maluku Utara) . Setelah usai masa pembuanganya , beliau kemudian kembali ke Batavia dan meninggal dunia pada tahun 1918.

Takashi Shiraishi lewat Buku berjudul "ZAMAN BERGERAK" menyebut Tirto Adhi Soerjo sebagai orang BUMIPUTRA PERTAMA yang menggerakan bangsa melalui bahasanya lewat MEDAN PRIJAJI.

Tirto Adhi Soerjo juga mendapat tempat yang banyak pula dalam laporan pejabat Hindia Belanda , terutama laporan dari Dr.Rinkes ini disebabkan karena Tirto memegang peranan pula dalam pembentukan SAREKAT DAGANG ISLAM di SURAKARTA besama Haji SAMANHUDI yang merupakan asal mula SAREKAT ISLAM yang kemudian berkembang ke seluruh Indonesia.

Sarekat Dagang Islam di Surakarta

Tentang Sarekat Islam di Surakarta

KH.Samanhudi 1878 - 1956

KH.Samanhudi

Anggaran Dasar Sarekat Islam yang pertama mendapat persetujuan Tirto Adhi Soerjo sebagai Ketua SAREKAT ISLAM di Bogor dan sebagai Redaktur Surat Kabar MEDAN PRIJAJI di Bandung.

Ki Hajar Dewantara (1952) pernah menulis tentang Tirto "Kira kira pada tahun berdirinya BOEDI OETOMO ada seorang wartawan modern yang menarik perhatian karena lancarnya dan tajamnya pena yang ia pegang . Yaitu almarhum R.M.Djokomono yang kemudian bernama TIRTOHADISOERJO ,seorang bekas murid STOVIA yang waktu itu bekerja sebagai Redaktur Harian BINTANG BETAWI (kemudian berubah nama menjadi BERITA BETAWI) lalu memimpin MEDAN PRIJAJI dan SOELOEH PENGADILAN , ia boleh disebut pelopor dalam lapangan Journalistik.

Harian "BINTANG BETAWI" tahun 1902

SUDARJO TJOKROSISWORO dalam bukunya Sekilas Perjuangan Surat Kabar (terbit 8 November 1958) menggambarkan Tirtohadisoerjo Sebagai seorang pemberani "Dialah wartawan Indonesia yang pertama menggunakan surat kabar sebagai pembentuk pendapat umum , dengan berani menulis kecaman dan kritikan pedas terhadap pihak kekuasaan dan menentang paham kolot.

Kecaman hebat yang pernah ia lontarkan terhadap tindakan seorang Kontrolir menyebabkan Tirtohadisoerjo harus disingkirkan dari Pulau Jawa dan dibuang ke Pulau Bacan" tulis Tjokrosisworo.

Dikemudian hari Kisah Perjuangan dan Kehidupan Tirto diangkat oleh Pramoedya Ananta Noer dalam Tetralogi Buru dan Sang Pemula . Kemudian pada tahun 1973 Pemerintah mengunkuhkan Tirto sebagai Bapak Pers Nasional . Dan pada tanggal 3 November 2006 Tirto mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Nasional melalui Kepres RI No.85/TK/2006.

Saya dan Patung Raden Mas Djokomono Tirto Adhie Soerjo
di Museum Kebangkitan Nasional - Jakarta

Saya dan Patung Raden Mas Djokomono Tirto Adhie Soerjo
di Museum Kebangkitan Nasional - Jakarta







Tidak ada komentar:

Posting Komentar